Bank Perkreditan Rakyat Surya Artha Utama (BPR SAU) merupakan salah satu BUMD milik Pemkot Surabaya yang selama ini membantu pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dalam hal pinjaman modal. Hanya saja sosialisasi soal ini dinilai kurang masif, sehingga banyak UMKM yang belum tahu.
Hal ini disampaikan anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya Hj. Enny Minarsih. Dia mengaku tertarik dengan Program Puspita Pasti Tangguh yang diluncurkan BPR Surya Artha Utama, hanya saja program ini kurang disosialisasikan ke masyarakat, khususnya pelaku UMKM.
“Iya, program ini kurang sosialisasi. Banyak pelaku UMKM binaan saya tidak tahu adanya program ini, termasuk saya sendiri. Saya pun baru tahu saat dipaparkan Bu Renny (maksudnya, Direktur Utama BPR Surya Artha Utama, Renny Wulandari, red) saat rapat dengan Komisi B. Dari situ, saya tertarik dengan program Puspita tersebut,” ujar dia, Rabu (23/10/2024).
Politisi PKS ini menuturkan, Program Puspita memberikan kemudahan bagaimana pelaku UMKM untuk mengajukan kredit atau pinjaman modal dengan bunga 3 persen. Bagi pelaku UMKM baru bisa mengajukan pinjaman Rp 2 juta, selanjutnya kalau Program Kumis bisa menambah menjadi Rp 5 juta.
” Ya, sebenarnya itu (bantuan pinjaman permodalan) yang dibutuhkan pelaku UMKM. Keluhannya kan mesti seputar itu, yakni di permodalan, ” tandas dia.
Lebih jauh, Enny Minarsih yang juga Ketua Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) PKS Kota Surabaya ini menjelaskan, sebagai pembina UMKM dirinya juga ingin mengubah mindset para pelaku UMKM.
“Ya, memang sih modal itu perlu, tapi bukan hal yang utama. Yang penting itu kan yakin dulu. Jadi untuk mengubah mindset pelaku UMKM tantangannya cukup banyak dan kadang tidak bisa cepat, butuh kesabaran,” tutur dia seraya mengatakan sebelum terpilih menjadi anggota dewan, dirinya melakukan pendampingan terhadap 150 pelaku UMKM yang terbagi dari 10 grup, dan masing-masing grup dihuni 15 orang.
“Waktu itu mereka dapat pinjaman modal Rp 2 juta per orang, tapi bukan dari program Puspita BPR Surya Artha Utama,” ungkap dia.
Selama mendampingi ratusan pelaku UMKM, Enny Minarsih melihat mereka kurang sabar dalam mengikuti pendampingan tersebut. Mereka inginnya langsung berdagang dan meraih untung.
“Tapi untuk memanage penataannya, bagaimana mengelola keuntungan itu, dan pemasarannya seperti apa, itu kan masih jauh, ” papar dia.
Enny memberi contoh, ibu-ibu kalau jualan misalkan harganya Rp 50.000 dijual Rp 75.000. Anggapan mereka Rp 25.000 itu untungnya. Padahal kalau biaya operasionalnya tidak dihitung, maka lama kelamaan modalnya kan habis alias bangkrut.
“Memang, fakta di lapangan banyak UMKM yang membutuhkan ‘mentahannya’,” tandas dia.
Selain kurang sosialisasi, apa yang jadi sorotan terhadap pelaku UMKM? Dia menjelaskan, meningkatkan UMKM ini kan merupakan salah satu dari 10 program unggulan Eri Cahyadi.
Dia ingat betul waktu itu, disampaikan Eri Cahyadi, ya semestinya UMKM harus dapat perhatian khusus. Misalkan, dana Rp 2 miliar itu kurang untuk melayani 31 kecamatan. Bahkan, tidak semuanya terserap.
“Kalau memang belum bisa mengkover seluruh UMKM, ya seharusnya anggarannya ditingkatkan. Ini kan berarti ada yang salah. Makanya perlu disosialisasikan lebih intens lagi kepada para pelaku UMKM,” pungkas dia.
sumber: kampungberita.id, 26 Oktober 2024